"TERUS SEMANGAT ! LEBIH BAIK TERLAMBAT DARI PADA TIDAK SAMA SEKALI"

Perang Jisr

LELAKIMATANG | Perang Jisr memang terjadi di se­putar jembatan di daerah Mirwahah yang membentang di Sungai Eufrat, Irak. Kala itu pasukan Persia dalam keadaan gontai setelah berbagai kekalahan meng­hadapi tentara muslimin yang di­komandani Abu Ubaid.
Ketika sampai di Qiss Al-Natif, Ros­tam, si panglima tentara Persia, meng­angkat Bahman Jadhweh dan memim­pin tentara gajah menuju Madain, ibu kota Persia, untuk menghadapi gerak maju pasukan muslimin dan berperang melawan mereka.

Di seberang Sungai Eufrat yang ber­nama Mirwahah, Abu Ubaid, yang di­dam­pingi Al-Mutsanna, telah siap me­nanti mereka
Dari seberang sungai, Bahman ber­teriak, “Siapa yang akan menyeberangi sungai ini, kami atau kalian?”
Para sahabat Rasulullah SAW ingin menasihati Abu Ubaid agar tidak menye­berang sungai.
Namun Abu Ubaid bersikeras. “Mu­suh kita tidak lebih berani mati daripada kita,” katanya menepis nasihat itu. 

Maka ia memberi komando agar pa­sukannya, yang berkekuatan 10 ribu per­sonel, menyeberangi sungai. Padahal tempat di seberang sungai tidak cukup luas untuk menampung orang sebanyak itu.
Begitu pasukan muslimin sampai di seberang, Bahman tidak membuang-buang waktu dan segera menyerang kaum muslimin dengan menyertakan pa­sukan gajahnya di barisan terdepan.
Ternyata cara itu ampuh, kuda-kuda tentara muslimin kocar-kacir ketakutan dan berusaha menjauh.
Hal itu memaksa tentara berkuda pim­pinan Al-Mutsanna turun dari pung­gung kuda mereka. Namun tentara mu­suh pun tetap merangsek, hingga ba­nyak korban berjatuhan di kubu muslim­in. Dalam pertempuran ini Abu Ubaid mati syahid terinjak gajah yang meng­amuk dan Al-Mutsanna sendiri luka-luka.
Melihat situasi seperti itu, Al-Mutsan­na, yang otomatis memegang komando, me­merintahkan pasukannya untuk mun­dur ke seberang sungai.
Tapi usaha penyeberangan ini tidak berjalan mulus, karena tiba-tiba salah seorang komandan muslimin yang ber­nama Abdullah bin Mirdad Ats-Tsaqafi memutus jembatan tersebut sehingga banyak tentara muslimin yang kecebur ke sungai dan tewas. Karena pilihannya menurut dia cuma ada dua: maju terus, atau mati syahid. 

Al-Mutsanna lalu berusaha memper­baiki jembatan itu, sementara pasukan­nya menyeberanginya, sehingga dia sen­diri adalah orang terakhir yang me­nyeberangi jembatan itu.
Setiba di Juraih, sebagian tentara itu kembali ke Madinah, sementara yang lainnya menyebar ke pelosok-pelosok dengan membawa kekalahan.
Mendengar berita itu, Umar langsung menemui mereka dan berusaha menghi­bur mereka. “Jangan kalian risau, aku bersama kalian. Sesungguhnya kalian telah melaksanakan tugas. Maka barang siapa bertemu musuh, lantas ada hal yang membuatnya tidak meneruskan lang­kah, aku akan tetap bersamanya.”
Pasukan muslimin memang kalah da­lam Perang Jembatan. Namun kemu­di­an mereka melangkah menuju keme­nang­an di medan perang lainnya. Dan Al-Mutsanna bin Haritsah berperan se­bagai panglima perang yang memimpin kemenangan-kemenangan itu.[LM]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.