Perang Jisr

LELAKIMATANG | Perang Jisr memang terjadi di seputar jembatan di daerah Mirwahah yang membentang di Sungai Eufrat, Irak. Kala itu pasukan Persia dalam keadaan gontai setelah berbagai kekalahan menghadapi tentara muslimin yang dikomandani Abu Ubaid.
Ketika sampai di Qiss Al-Natif, Rostam, si panglima tentara Persia, mengangkat Bahman Jadhweh dan memimpin tentara gajah menuju Madain, ibu kota Persia, untuk menghadapi gerak maju pasukan muslimin dan berperang melawan mereka.
Di seberang Sungai Eufrat yang bernama Mirwahah, Abu Ubaid, yang didampingi Al-Mutsanna, telah siap menanti mereka
Dari seberang sungai, Bahman berteriak, “Siapa yang akan menyeberangi sungai ini, kami atau kalian?”
Para sahabat Rasulullah SAW ingin menasihati Abu Ubaid agar tidak menyeberang sungai.
Namun Abu Ubaid bersikeras. “Musuh kita tidak lebih berani mati daripada kita,” katanya menepis nasihat itu.
Maka ia memberi komando agar pasukannya, yang berkekuatan 10 ribu personel, menyeberangi sungai. Padahal tempat di seberang sungai tidak cukup luas untuk menampung orang sebanyak itu.
Begitu pasukan muslimin sampai di seberang, Bahman tidak membuang-buang waktu dan segera menyerang kaum muslimin dengan menyertakan pasukan gajahnya di barisan terdepan.
Ternyata cara itu ampuh, kuda-kuda tentara muslimin kocar-kacir ketakutan dan berusaha menjauh.
Hal itu memaksa tentara berkuda pimpinan Al-Mutsanna turun dari punggung kuda mereka. Namun tentara musuh pun tetap merangsek, hingga banyak korban berjatuhan di kubu muslimin. Dalam pertempuran ini Abu Ubaid mati syahid terinjak gajah yang mengamuk dan Al-Mutsanna sendiri luka-luka.
Melihat situasi seperti itu, Al-Mutsanna, yang otomatis memegang komando, memerintahkan pasukannya untuk mundur ke seberang sungai.
Tapi usaha penyeberangan ini tidak berjalan mulus, karena tiba-tiba salah seorang komandan muslimin yang bernama Abdullah bin Mirdad Ats-Tsaqafi memutus jembatan tersebut sehingga banyak tentara muslimin yang kecebur ke sungai dan tewas. Karena pilihannya menurut dia cuma ada dua: maju terus, atau mati syahid.
Al-Mutsanna lalu berusaha memperbaiki jembatan itu, sementara pasukannya menyeberanginya, sehingga dia sendiri adalah orang terakhir yang menyeberangi jembatan itu.
Setiba di Juraih, sebagian tentara itu kembali ke Madinah, sementara yang lainnya menyebar ke pelosok-pelosok dengan membawa kekalahan.
Mendengar berita itu, Umar langsung menemui mereka dan berusaha menghibur mereka. “Jangan kalian risau, aku bersama kalian. Sesungguhnya kalian telah melaksanakan tugas. Maka barang siapa bertemu musuh, lantas ada hal yang membuatnya tidak meneruskan langkah, aku akan tetap bersamanya.”
Pasukan muslimin memang kalah dalam Perang Jembatan. Namun kemudian mereka melangkah menuju kemenangan di medan perang lainnya. Dan Al-Mutsanna bin Haritsah berperan sebagai panglima perang yang memimpin kemenangan-kemenangan itu.[LM]
Tidak ada komentar